Selasa, 23 September 2014

rasio likuiditas

RASIO LIKUIDITAS
Struktur kekayaan suatu perusahaan erat hubungannya dengan struktur modalnya. Dengan menghubungkan elemen-elemen aktiva di satu pihak dengan elemen-elemen pasiva di lain pihak, kita akan dapat memperoleh banyak gambaran tentang keadaan finansiil suatu perusahaan. Elemen-elemen apa yang akan kita hubungkan adalah tergantung kepada aspek finansiil apa yang ingin kita ketahui. Dengan membandingkan elemen-elemen tertentu dari pasiva di lain pihak, kita akan dapat mengetahui keadaan keuangan atau tingkat likuiditas suatu perusahaan pada saat tertentu.
Masalah likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaaan untuk memenuhi kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat-alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu merupakan “kekuatan membayar” dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai “kekuatan membayar” belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi, atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu mempunyai “kekuatan membayar”.
“Kemampuan membayar” baru terdapat pada perusahaan apabila ““kekuatan membayar”-nya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka kemampuan membayar itu baru dapat kita ketahui setelah kita membandingkan “kekuatan membayar”-nya di satu pihak dengan kewajiban-kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak agar kita tidak salah dalam mengambil keputusan.
1.     Pengertian Rasio Likuiditas
Kita sering kali mendengar atau bahkan melihat ada perusahaan yang tidak mampu atau tidak sanggup untuk membayar seluruh atau sebagian utang (kewajiban) yang sudah jatuh tempo pada saat ditagih. Kasus yang seperti ini sangat mengganggu hubungan baik antara perusahaan dengan para kreditor, atau juga dengan para distributor. Dalam jangka panjang kasus ini akan berdampak pula kepada para pelanggan (konsumen). Artinya perusahaan akan memperoleh krisis kepercayaan dari berbagai pihak yang selama ini membantu kelancaran usahanya.
Ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya terutama utang jangka pendek (yang sudah jatuh tempo) disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, perusahaan sedang tidak memiliki dana sama sekali. Atau kedua, perusahaan memiliki dana, namun saat jatuh tempo perusahaan tidak memiliki dana (tidak cukup) secara tunai sehingga harus menunggu dalam waktu tertentu, untuk mencairkan aktiva lainnya seperti menagih piutang, menjual surat-surat berharga, atau menjual persediaan atau aktiva lainnya.
Dalam praktiknya, tidak jarang pula perusahaan mengalami hal sebaliknya, yaitu kelebihan dana. Artinya jumlah dana tunai dan dana yang segera dapat dicairkan melimpah. Kejadian ini bagi perusahaan juga kurang baik karena ada aktivitas yang tidak dilakukan secara optimal.
Penyebab utama kejadian dan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban tersebut sebenarnya adalah akibat kelalaian manajemen perusahaan dalam menjalankan usahanya. Kemudian, sebab lainnya adalah sebelumnya pihak manajemen perusahaan tidak menghitung rasio keuangan yang diberikan sehingga tidak mengetahui bahwa sebenarnya kondisi perusahaan sudah dalam keadaan tidak mampu lagi karena nilai utangnya lebih tinggi dari harta lancarnya. Seandainya perusahaan sudah menganalisis rasio yang berhubungan dengan hal tersebut, perusahaan dapat mengetahui dengan mudah kondisi dan posisi perusahaan sebenarnya. Kemudian, perusahaan dapat berusaha untuk mecarikan jalan keluarnya. Analisis keuangan yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk membayar utang atau kewajibannya dikenal dengan nama analisis rasio likuiditas.
Fred Weston menyatakan bahwa Rasio Likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek.
Sedangkan, menurut James O.Gill rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur jumlah kas atau jumlah investasi yang dapat dikonversikan atau diubah menjadi kas untuk membayar pengeluaran, tagihan, dan seluruh kewajiban lainnya yang sudah jatuh tempo.
Riyanto (2008:25) menyatakan bahwa likuiditas adalah masalah yang berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Suatu perusahaan yang mempunyai alat-alat likuid sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus terpenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut likuid, dan sebaliknya apabila suatu perusahaan tidak mempunyai alat-alat likuid yang cukup untuk memenuhi segala kewajiban financialnya yang segera harus terpenuhi dikatakan perusahaan tersebut insolvable.
Menurut Harahap (2009:301), rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Untuk dapat memenuhi kewajibannya yang sewaktu-waktu ini, maka perusahaan harus mempunyai alat-alat untuk membayar yang berupa aset-aset lancar yang jumlahnya harus jauh lebih besar dari pada kewajiban-kewajiban yang harus segera dibayar berupa kewajiban-kewajiban lancar.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian rasio likuiditas berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan sehingga rasio ini memiliki hubungan dengan harga saham perusahaan.
Artinya apabila perusahaan mempunya kewajiban (utang) ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo. Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan (likuiditas badan usaha) maupun didalam perusahaan (likuiditas perusahaan). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegunaan rasio ini adalah untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban (utang) pada saat ditagih.
2.     Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas
Perhitungan rasio likuiditas tidak hanya berguna bagi perusahaan (intern) guna menilai kemampuan mereka sendiri, tetapi perhitungan likuiditas juga berguna bagi pihak luar perusahaan (ekstern), misalnya perbankan. Adapun tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas, yaitu;
1.      Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih.
2.      Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan.
3.      Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang.
4.      Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan.
5.      Untuk mengukur seberapa besar  uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
6.      Sebagai alat perencanaan ke depan,  terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang.
7.      Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
8.      Untuk melihat kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
9.      Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
Bagi pihak luar perusahaan, seperti pihak penyandang dana (kreditor), investor,  distributor, dan masyarakat luas, rasio likuiditas bermanfaat untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban kepada pihak ketiga.

3.     Jenis-jenis Rasio Likuiditas
Secara umum tujuan utama rasio keuangan digunakan adalah untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Namun, disamping itu, dari rasio likuiditas dapat diketahui hal-hal yang lebih spesifik yang juga masih berkaitandengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Semua ini tergantung dari jenis rasio likuiditas yang digunakan. Jenis-jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan, yaitu:
a.       Rasio Lancar (current ratio)
b.       Rasio sangat lancar (quick ratio atau acid test ratio)
c.       Rasio kas (cash ratio)
d.      Rasio perputaran kas
e.       Inventory to net working capital

A.     Rasio Lancar (current ratio)
Rasio Lancar atau (current ratio) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar. Current ratio menunjukkan sejauh mana akitva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dan kewajiban lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya.
Rasio Lancar (current ratio) merupakan harta perusahaan yang dapat dijadikan uang dalam waktu singkat (maksimal satu tahun). Komponen aktiva lancar meliputi kas, bank, surat-surat berharga, piutang, sediaan, biaya dibayar dimuka, pendapatan yang masih harus diterima, pinjaman yang diberikan, dan aktiva lancar lainnya. Sedangkan, utang lancar (current liabilities) merupakan kewajiban perusahaan jangka pendek (maksimal satu tahun). Atinya, utang ini segera harus dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun. Komponen utang lancar terdiri dari utang dagang, utang bank satu tahun, utang wesel, utang gaji, utang pajak, utang deviden, biaya diterima dimuka, utang jangka panjang yang sudah hampir jatuh tempo, serta utang jangka pendek lainnya.
Dari hasil pengukuran rasio, apabila rasio lancar rendah, dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar utang. Namun, apabila hasil pengukuran rasio tinggi, belum tentu kondisi perusahaan sedang baik. Hal ini dapat saja terjadi karena kas tidak digunakan sebaik mungkin. Untuk mengatakan suatu kondisi perusahaan baik atau tidaknya, ada suatu standar rasio yang digunakan, misalnya rata-rata industri untuk usaha yang sejenis atau dapat pula digunakan target yang telah ditetapkan perusahaan sebelumnya, sekalipun kita tahu bahwa target yang telah ditetapkan perusahaan biasanya ditetapkan berdasarkan rata-rata industry untuk usaha yang sejenis.
Dalam praktiknya sering kali dipakai bahwa rasio lancar dengan standar 200% (2:1) yang terkadang sudah dianggap sebagai ukuran yang cukup baik atau memuaskan bagi suatu perusahaan. Artinya dengan hasil rasio seperti itu, perusahaan sudah merasa berada di titik aman dalam jangka pendek. Namun, sekali lagi untuk mengukur kinerja manajemen, ukuran yang terpenting adalah rata-rata industri untuk  perusahaan yang sejenis.
Rumus untuk mencari rasio lancar atau current ratio dapat yang digunakan sebagai berikut.

Apabila mengukur tingkat likuiditas dengan menggunakan current ratio sebagai alat pengukurnya, maka tingkat likuiditas atau current ratio suatu perusahaan dapat dipertinggi dengan cara (Riyanto, 2001:28):
1.      Dengan utang lancar tertentu, diusahakan untuk menambah aktiva lancar.
2.      Dengan aktiva lancar tertentu, diusahakan untuk mengurangi jumlah utang lancar.
3.      Dengan mengurangi jumlah utang lancar sama-sama dengan mengurangi aktiva lancar.
Contoh :
Komponen Laporan Keuangan
2011
2012
Total aktiva lancar
1.726.581
1.544.940
Total utang lancar
911.836
1.216.997

Untuk tahun 2011
                          = 1,9 kali
            Artinya jumlah aktiva lancer sebanyak 1,9 kali utang lancer, atau setiap  1 rupiah utang lancar dijamin oleh 1,9 rupiah harta lancar, atau 1,9 : 1 antara aktiva lancar dengan utang lancar.
Untuk tahun 2012
                          = 1,3 kali
            Artinya jumlah aktiva lancar sebanyak 1,3 kali utang lancar, atau setiap 1 rupiah utang lancar dijamin oleh 1,3 rupiah harta lancar, atau 1,3 : 1 antara aktiva lancar dengan utang lancar.
            Jika rata-rata industri untuk current ratio adalah dua kali, keadaan perusahaan untuk tahun 2011 dan tahun 2012 kondisinya kurang baik jika dibandingkan dengan perusahaan lain karena rasionya masih di bawah rata-rata industri.
B.       Rasio Cepat (Quick Ratio)
Rasio Cepat (Quick Ratio)atau rasio sangat lancar atau acid test ratio merupakan rasio yang menunjukka kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai persediaan (inventory). Rumus untuk mencari Quick ratio, yaitu :
Atau
Contoh :
Komponen Laporan Keuangan
2011
2012
Total aktiva lancar
1.726.581
1.544.940
Total utang lancar
911.836
1.216.997
Persediaan
331.899
602.660

Untuk tahun 2011
                      = 1,5

Untuk tahun 2012
                      = 0,8

            Jika rata-rata industri untuk quick ratio adalah 1,5 kali, maka keadaan perusahaan lebih baik dari perusahaan lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak harus menjual persediaan bila hendak melunasi utang lancar, tetapi dapat menjual surat berharga atau penagihan piutang. Demikian pula sebaliknya, seperti pada tahun 2012 quick ratio perusahaan yaitu 0,8 kali, jika rasio perusahaan di bawah rata-rata industri, keadaan perusahaan lebih buruk dari perusahaan lain. Hal ini menyebabkan perusahaan harus menjual persediaannya untuk melunasi pembayaran utang lancar. Padahal menjual persediaan untuk harga yang normal relative sulit, kecuali perusahaan menjual di bawah harga pasar, yang tentunya bagi perusahaan lebih jelas menambah kerugian.
C.        Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Rumus untuk mencari rasio kas atau cash ratio adalah :
Atau
Contoh :
Komponen Laporan Keuangan
2011
2012
Total aktiva lancar
1.726.581
1.544.940
Total utang lancar
911.836
1.216.997
Kas dan setara kas
634.673
102.175

Untuk tahun 2011
Untuk tahun 2012
            Jika rata-rata industri untuk cash ratio adalah 50% maka keadaan perusahaan lebih baik dari perusahaan lain. Namun, kondisi rasio kas yang terlalu tinggi seperti pada tahun 2011, juga kurang baik karena ada dana yang menganggur atau yang tidak atau belum digunakan secara optimal. Sebaliknya apabila rasio kas di bawah rata-rata industri, seperti pada tahun 2012, kondisi kurang baik ditinjau dari rasio kas karena untuk membayar kewajiban masih memerlukan waktu untuk menjual sebagian dari aktiva lancar lainnya.
D.       Rasio Perputaran Kas
Menurut James O. Gill, rasio perputaran kas (Kash Turn Over) berfungsi untuk mengukur tingka kecukupan modal kerja perusahaan yang dibutuhkan untuk membayar tagihan dan membiayai penjualan. Hasil perhitungan rasio perputaran kas dapat diartikan sebagai berukut :
a.       Apabila rasio perputaran kas tinggi, ini berarti ketidakmampuan perusahaan dalam membayar tagihannya.
b.      Apabila rasio perputaran kas rendah, dapat diartikan kas yang tertanam dalam aktiva sulit dicairkan dalam waktu singkat sehingga perusahaan harus bekerja keras dengan kas yang lebih sedikit.
Rumus yang digunakan untuk mencari rasio perputaran kas adalah :
Contoh :
Komponen Laporan Keuangan
2011
2012
Penjualan
1.752.802
2.747.623
Total aktiva lancar
1.726.581
1.544.940
Total utang lancar
911.836
1.216.997

Untuk Tahun 2011
= 2 kali

Untuk Tahun 2012
= 8 kali

            Jika rata-rata industri untuk perputaran kas adalah 10 kali, keadaan perusahan pada tahun 2011 dan 2012 dikatakan kurang baik karena rasio perputaran kasnya berada dibawah rata-rata industri.
E.        Inventory to Net Working Capital
Inventory to Net Working Capital merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. Modal kerja tersebut terdiri dari pengurangan aktiva lancar dengan utang lancar.
Rumus untuk mencari Inventory to Net Working Capital :
Contoh :
Komponen Laporan Keuangan
2011
2012
Total aktiva lancar
1.726.581
1.544.940
Total utang lancar
911.836
1.216.997
Persediaan
331.899
602.660

Untuk tahun 2011
= 0,4
= 40 %
Untuk tahun 2012
= 1,8
= 180%
            Jika, rata-rata industri untuk Inventory to Net Working Capital adalah 12 %, untuk tahun 2011 dan 2012 cukup jauh diatas rata-rata industri.
4.                 Hasil Pengukuran
No
Jenis Rasio
2011
2012
Standar Industri
1
Current ratio
1,9 kali
1,3 kali
2 kali
2
Quick ratio
1,5 kali
0,8 kali
1,5 kali
3
Cash ratio
70%
0,8%
50%
4
Cash Turn Over
2%
8%
10%
5
Inventory to net working capital
40%
180%
12%

Rasio lancar (current rasio), dapat dilihat dari tabel bahwa pada tahun 2011 dan 2012  current rasio PT. Tiga Pilar Sejahtera, Tbk sebanyak 1,9 kali dan 1,3 kali utang lancar. Hal ini dapat dikatakan pada tahun 2011 kurang memuaskan karena berada di bawah rata-rata industri.
            Jika standar rata-rata industri current rasio adalah dua kali, current rasio perusahaan tahun 2011 dan 2012 dikatakan kurang baik karena tidak memenuhi syarat standar rata-rata industri. Oleh karena itu, kondisi perusahaan di tahun 2011 dan 2012 perlu dikhawatirkan mengingat rasio lancar yang dimiliki perusahaan masih di bawah rata-rata industri dan perlu ditingkatkan lagi. Hal ini penting mengingat rasio yang menyamai rata-rata industri yang dibutuhkan guna menumbuhkan tingkat kepercayaan berbagai pihak pada perusahaan.
            Hasil rasio cepat (quick ratio) dari tahun 2011 dan 2012 juga mengalami penurunan. Jika semula pada tahun 2011 rasio cepatnya 1,5 kali, pada tahun 2012 turun menjadi 0,8 kali. Jika standar rata-rata industri untuk quick ratio adalah 1,5 kali, kondisi perusahaan dapat dikatakan sangat buruk karena rasio cepatnya berada jauh di bawah 1,5 kali (rata-rata industri).
            Hasil pengukuran rasio kas dari tahun 2011 ke tahun 2012 juga mengalami penurunan yang sangat signifikan. Jika semula pada tahun 2011 rasio kas sebanyak  70%, pada tahun 2012 turun menjadi 0,8 %.
            Jika rata-rata industri rasio kas 50%, pada tahun 2011 perusahaan berada dalam kondisi yang memuaskan karena masih berada di atas rata-rata industri. Tetapi pada tahun 2012 rasio kas perusahaan mengalami penurunan yang sangat signifikan menjadi 0,8%. Hal ini berarti perusahaan tidak mempunyai uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Hal ini menandakan bahwa pada tahun 2011 perusahaan tidak menggunakan kas sudah secara optimal karena rasio kas yang tinggi dicurigai karena manajemen belum melakukan pengolahan secara baik, artinya adanya kas yang idle (menganggur) dan tentu saja ini dapat merugikan perusahaan.
            Hasil pengukuran rasio perputaran kas dari tahun 2011 ke tahun 2012 juga mengalami kenaikan. Jika semula pada tahun 2011 rasionya sebesar 2%, pada tahun 2012 naik menjadi 8%. Ini berarti perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk menutupi biaya-biaya perusahaan. Jika rata-rata industry rasio perputaran kas 10%, kondisi perusahaan tahun 2011 dan 2012 tidak memuaskan karena masih di bawah rata-rata industri.
            Hasil pengukuran Inventory to net working capital dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Jika semula pada tahun 2011 rasio sebanyak 40%, pada tahun 2012 naik menjadi 180%.

            Jika standar rata-rata industri Inventory to net working capital 12%, rasio perusahaan ini untuk tahun 2011 dan 2012 sangat memuaskan karena jauh di atas rata-rata.

referensi:
Riyanto, Bambang, 2008. Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan, BPFE,Yogyakarta. 

;;

By :
Free Blog Templates